Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

1000 Camelia [part 02]

Jam enam sore di akhir pekan adalah pilihan yang salah besar. Jalanan macet di mana-mana. Lebih dari satu jam, mereka baru sampai di kafe yang dimaksudkan. Padahal, sebenarnya rumah Elena tidak terlalu jauh dari kafe tersebut. Biasanya cukup ditempuh selama tiga puluh menit.             Beruntung, Joan sudah memesan tempat. Kalau tidak, bisa-bisa malam itu mereka habiskan dengan menunggu antrian mendapatkan tempat di kafe yang cukup terkenal di Surabaya Barat itu.             Elena duduk bersebelahan dengan Evan, Joan di depan Evan. Sambil menunggu “tamu yang dinantikan”, mereka memesan makanan terlebih dahulu. Tak lama kemudian, “tamu yang dinantikan” datang juga.

1000 Camelia [part 01]

Awan tipis menggantung menghiasi langit Kota Surabaya. Cuaca terik yang diimbangi dengan tiupan angin cukup mengimbangi suasana kota siang itu.             Tak seperti warga kota Surabaya umunya, Elena Talia menikmati siang itu di jalanan yang dipadati kendaraan bermotor. Tidak, ia tidak menggunakan kendaraan bermotor. Ia berjalan seorang diri. Sepasang earphone tertancap pada telinganya. Sebuah ransel kecil menempel pada punggungnya, dan sebuah kamera menggantung pada lehernya.             Bak seorang turis, Elena mengambil gambar berbagai sudut Kota Surabaya. Kebanyakan adalah potret dari taman kota dan jalanan. Ia bukanlah street photographer , tapi ia sering kali meluangkan waktunya menjelajahi berbagai sudut kota metropolitan ini.

On that Saturday Night [part 4]

Jumat pagi telah datang. Dua minggu sudah semenjak aku berusaha menjaga jarak dari Nathan. Tampaknya ia memahami betul perasaanku, entah mendapatkan informasi dari mana. Tidak sekalipun ia berusaha menghubungiku. Di sekolah pun, ia hanya mengajakku bicara seperlunya – sebisa mungkin tidak ada komunikasi di antara kami.             Aku merasa lebih tenang, sekaligus merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupku . Setidaknya, aku tidak terlalu memikirkan kehidupan pribadiku seminggu terakhir ini. Ditambah lagi, aku mendapatkan kesibukan baru di organisasi sekolah.             “Sudah kau selesaikan proposalnya, Abigail?”             “Sudah, Lea. Hari ini akan kuberikan padamu.”             “Oke, terima kasih, Abigail.”

On that Saturday Night [part 3]

“Bagaimana Abigail? Nanti malam kau bisa ‘kan? Abigail Kimberly.” “Eh, iya, Nathan ada apa?” Aku kaget melihat tangan Nathan yang berada persis di depan wajahku. Pasti aku melamun terlalu lama. Ia memanggilku dengan nama   lengkapku. “Abigail, kau tidak mendengarkanku, ‘kan?” Nathan terdengar agak kesal. Salahku. “Maafkan aku, Nathan. Aku sedang tidak berkonsentrasi.” Aku membuka buku agendaku. “Aku bingung mengatur jadwalku–“ “Selalu beralasan seperti itu.” Nathan melangkah pergi keluar dari kelas.

Putih Abu-Abu

Tiga tahun berlalu dengan begitu cepat. Dalam waktu kurang dari satu bulan, kenangan ini akan ditutup. Dan mulai saat itulah, lembaran baru akan dimulai, goresan perjuangan baru akan dituliskan, dan perjalanan baru yang penuh tantangan akan segera dimulai.                 Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Suka dan duka, tangis dan tawa sudah kita lalui bersama. Semuanya akan terekam dalam memori kita, dan tidak akan terlupakan.                 Semuanya bermula dari 3 tahun lalu, tepatnya di bulan Juli 2013. Dalam balutan seragam putih abu-abu ini kita memulai sebuah petualangan baru. Saling mengenal dalam LOS (Layanan Orientasi Siswa), lomba 17-an , lomba Paskah, lomba Natal, Studi Wisata di Bhakti Alam, Retret di Griya Kusuma Indah, berbagai lomba yang diadakan universitas, Pentas Seni, dan akan berakhir pada Graduation Day.

Senjamu, Senjaku

Kala itu Ketika senja Ketika mentari mulai menyimpan sinarnya untuk esok hari Ketika itulah pertama kali kumelihatmu Menggiring bola basket ke sana kemari Ingin sekali aku bergabung denganmu

Dear best friend . . .

Dulu hidupku begitu sunyi, sepi, dan hampa Banyak orang silih berganyi datang dalam hidupku Meninggalkan jejak tipis Yang hilang begitu saja tertiup angin Semua yang kumiliki, bukan yang kuinginkan Semua yang kujumpai, bukan yang kuharapkan Semua mimpi terkubur dalam lautan putus asa Tak ada lagi senyuman dan tawa bahagia yang menghiasi hariku Hanyalah sebuah senyuman dan tawa palsu yang mengisi hariku

Menunggu

Masihkah kau ingat hari itu? Hari ketika pertama kalinya tatapan kita bertemu Aku masih mengingatnya dengan jelas dalam memori hatiku Yang terus tayang dalam hatiku bagaikan film tanpa suara Kumasih mengingat senja itu Ketika pertama kalinya kudengar alunan musik lembut yang menggema dalam hatiku Ketika pertama kalinya kulihat jemarimu menari dengan gemulai di atas piano Menghasilkan sebuah simponi indah untukku